favorites

  • Writing, chatting, socializing

Selasa, 17 April 2012

Film Sebagai Media Infiltrasi Pesan dan Aktualisasi Budaya Populer


PENDAHULUAN
            Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya komunikasi, interaksi antar manusia tidak akan terjadi. Konteks-konteks komunikasi dapat terjadi antar individu, kelompok, organisasi serta melalui media massa.
            Bentuk komunikasi melalui media massa merupakan komunikasi yang melibatkan media dalam penyampaian pesannya. Berbagai saluran-saluran dalam proses komunikasi massa akan turut menentukan tingkat keberhasilan penerimaan pesan oleh komunikan. Di era modern seperti sekarang ini saluran-saluran penyampaian pesan pun mulai bervariatif dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki.
            Salah satu media komunikasi massa yang masih mendapat tempat utuh dalam masyarakat yakni media film. Di Indonesia, keberadaan film sebagai penyalur pesan sudah ada sejak zaman penjajahan hingga sekarang ini. Melihat betapa signifikannya kedudukan media film sebagai salah satu media komunikasi massa merupakan alasan utama bagi penulis untuk menyusun makalah ini.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yakni: bagaimana perkembangan film di Indonesia?, bagaimana kedudukan/peranan media film dalam komunikasi massa?, seberapa besarkah tingkat efektivitas media film dalam penyampaian pesan kepada khalayak umum? Dan bagaimana bentuk keterkaitan antara film dan budaya populer?

TINJAUAN PUSTAKA
Istilah komunikasi menurut Carl I. Hovland (Mulyana, 2007) yakni merupakan proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya berupa lambang-lambang verbal untuk mengubah perilaku orang lain. Sedangkan kata “massa” mengandung pengertian kekuatan dan solidaritas dalam kalangan kelas pekerja (McQuail, 1994).
Konsep komunikasi massa merupakan suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari digunakan dan dikonsumsi oleh audience (Sendjaja, 2002:21). Sedangkan menurut Tan dan Wright dalam Liliweri (1991), pengertian komunikasi massa adalah komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikasi secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Menurut Ardianto (2004:7) karakteristik dari komunikasi massa, yaitu :

1.    Komunikator Terlembagakan
Komunikator dalam komunikasi massa itu bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang. Artinya, gabungan antar berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga.
2.    Pesan Bersifat Umum
Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum.
3.    Komunikatornya Anonim dan Heterogen
Komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Disamping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda.
4.    Media Massa Menimbulkan Keserempakan
Komunikasi massa itu ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan-pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.
5.    Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
Dalam komunikasi massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan.
6.    Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah
Komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara keduanya tidak dapat melakukan dialog.
7.    Stimuli Alat Indra ”Terbatas”
Dalam komunikasi massa, stimuli alat indra bergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran, khalayak hanya mendengar. Sedangkan pada media televisi dan film, menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.
8.    Umpan Balik Tertunda (Delayed)
Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan.
Fungsi komunikasi media massa sebagai bagian dari komunikasi massa terdiri atas : fungsi Pengawasan (berupa peringatan dan kontrol sosial maupun kegiatan persuasif), fungsi Social Learning (melakukan guiding dan pendidikan sosial kepada seluruh masyarakat, fungsi Penyampaian Informasi, Fungsi Transformasi Budaya (komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang didukung oleh media massa), dan hiburan.

Adapun efek komunikasi massa oleh Lavidge dan Steiner terdiri atas enam langkah yang dikelompokkan dalam tiga dimensi atau kategori-kategori berikut : kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif berhubungan dengan pengetahuan kita tentang segala sesuatu, afektif berhubungan dengan sikap kita terhadap sesuatu dan konatif berhubungan dengan tingkah laku kita terhadap sesuatu (Saverin, 2007:16).

PEMBAHASAN
A.  Perkembangan Film di Indonesia
Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung. Sedangkan, film asli buatan Indonesia mulai diproduksi sebelum awal kemerdekaan. Pada awalnya pelopor perfilman di Indonesia yakni orang Tionghoa. Sebagai kaum Timur Asing, film yang dihasilkan oleh orang Tionghoa tidak memiliki keterlibatan sosial, politik terhadap perkembangan kehidupan di Indonesia, melainkan semata-mata atas dasar komersialisasi. Konten yang dimuat dalam film tahun ini yakni seputar dunia perdagangan.
Setelah Indonesia merdeka, dunia perfilman mengalami perubahan yang dipelopori oleh Usmar Ismail. Konten yang dikandungnya tidak semata-mata seputar perdagangan melainkan lebih pada peranan ekspresi oleh pelaku dalam film tersebut, serta tujuan dari pembuatan film yakni penyampaian sesuatu kepada khalayak. Hal ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa sejak era kemerdekaan film merupakan media penyampai pesan kepada khalayak umum (Said, 1989).
Pada tahun 1980-an, dunia perfilman Indonesia mulai kehilangan tempat di mata masyarakat karena keberadaan film-film hollywood dan hongkong. Pada dekade berikutnya, tahun 90-an perfilman Indonesia semakin jeblok yang membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut.
Namun berikutnya, diawal abad baru, film-film Indonesia mulai bermunculan dengan kreativitas dan ide-ide cerita serta pesan-pesan moral yang semakin menarik di kalangan masyarakat. Kedudukan film Indonesia pun harus cukup diperhitungkan jika disejajarkan dengan film negara lain. Karena film Indonesia tidak hanya menyuguhkan visualisasi yang menarik melainkan juga memberikan pesan-pesan moral baik secara eksplisit maupun implisit.

B.  Peranan Media Film dalam Komunikasi Massa
Dalam komunikasi massa, film digunakan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang sudah menjadi kebiasaan terdahulu, serta menyajikan peristiwa, musik, drama, dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. Film memberikan peluang bagi semua kalangan untuk mempelajari budaya melalui visualisasi yang disuguhkan.
Pada hakekatnya film merupakan media komunikasi dan ekspresi dari pembuatnya. Sebagai media komunikasi massa, film memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Menyampaikan Informasi
Sebagai penyampai informasi, film memiliki konsep penyampaian yang matang, utuh, dan lengkap, sehingga informasi dapat diserap oleh khalayak secara mendalam.
2.      Situasi Komunikasi
Film dapat membawakan situasi komunikasi yang khas sehingga tingkat keterlibatan penonton meningkat.
3.      Struktur Hubungan
Pembuat film dituntut untuk membentuk kerangka komunikasi yang baru dan efektif sehingga pesan dalam film dapat dipersepsi dengan tepat.
4.      Kemampuan Distorsi
Film dibatasi oleh ruang dan waktu, untuk mengatasi permasalahan tersebut film menggunakan distorsi dalam proses pembuatannya, baik ditahap perekaman gambar, maupun pemaduan gambar yang dapat menempatkan informasi.
5.      Kredibilitas
Keberhasilan film dalam mengkomunikasikan pesan kepada penonton melalui keterlibatan emosional penonton dapat meningkatkan kredibilitas suatu produk film.
6.      Kemampuan Referensi
Hal ini berkaitan dengan kemampuan pembuat film dalam penyerapan informasi pada saat menerima. Apabila terjadi kesalahan persepsi dalam penerimaan pesan oleh penonton, misalnya terkait dengan bahasa film hal ini tidak dapat diperbaiki.

Film merupakan mass media culture yakni penggambaran budaya sebagaimana adanya seperti yang terdapat dalam berbagai media massa kontemporer, baik tentang penggolongan elit, awam, orang terkenal ataupun budaya asli masyarakat.

C.  Efektivitas Media Film Dalam Penyampaian Pesan
Hasil penelitian membuktikan bahwa media massa akan berperan secara efektif apabila dapat mempengaruhi serta merubah pendapat, misalnya menambah pengetahuan. Menurut model jarum hipodermis bahwa media massa memiliki pengaruh langsung, segera, dan sangat menentukan terhadap audience (Depari dan MacAndrews, 1995).
Pada era orde baru, pemerintah membuat film tentang kekejaman G30S/PKI yang merongrong stabilitas nasional, dengan adanya pemutaran film tersebut dapat menimbulkan berbagai macam efek dalam diri masyarakat (afektif, kognitif, psikomotorik), serta menumbuhkan aspirasi frontal terhadap keberadaan PKI di Indonesia. Sehingga tujuan dari pemerintah untuk menumbuhkan persepsi negatif dari masyarakat melalui media film terbukti efektif.
Contoh riil lainnya dari efektivitas film yakni pada film Laskar Pelangi, pada film tersebut disuguhkan pesan-pesan moral yang sangat mendalam sehingga dapat begitu membekas di hati masyarakat. Nilai moral film tersebut yakni perjuangan yang tak kenal lelah serta usaha keras di tengah keterbatasan pasti akan menumbuhkan keberhasilan. Film tersebut disajikan dengan visualisasi yang menarik serta dikemas secara riil seperti dalam kehidupan nyata, sehingga respon positif  yang diterima dari para penonton yakni film tersebut memberikan inspirasi bagi setiap orang untuk terus berjuang dalam keterbatasan dan tak pantang menyerah. Melalui contoh ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa media film mampu menciptakan suasana membangun serta mengenalkan norma-norma sosial.
Efektivitas penerimaan pesan yang terkandung dalam film oleh khalayak umum tentu saja dipengaruhi oleh frame of reference dan frame of experience, namun kelebihan dari media film yakni penyajian strukturisasi kreatif yang merupakan cerminan dari kehidupan nyata membuat khalayak umum ikut terbawa dalam arus cerita dan membuatnya merasa memiliki kesamaan frame, sehingga penyampaian pesan akan mudah ditangkap dan diapahami.

D.  Film dan Budaya Populer
Film mampu mempengaruhi dan membentuk budaya atau kehidupan masyarakat sehari-hari. Dalam hal ini berarti film dianggap sebagai medium sempurna untuk mengekspresikan realitas kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis. Film dapat memberdayakan persepsi generasi muda dan meningkatkan rasa ketertarikannya akan nilai-nilai sosial dan nilai-nilai luhur dari suatu budaya. Serta film merupakan suatu bentuk seni yang sangat representatif karena ia  menyajikan betuk-bentuk dan gambaran-gambaran yang sangat mirip dengan bentuk dalam kehidupan sebenarnya. Sebagai media visual, film adalah alat untuk menggambarkan berbagai macam realita yang terdapat dalam masyarakat dan mengusung nilai-nilai kerakyatan. Perpaduan antara realitas sosial dan rekonstruksi realitas yang dibuat oleh industri film menjadikan film sebagai sarana yang unik untuk memahami kondisi sebenarnya dalam masyarakat. Film adalah visualisasi dari kehidupan nyata yang menyimpan banyak pesan, mulai dari gaya hidup sampai upaya untuk melestarikan kebudayaan.
Budaya memiliki arti yakni “pandangan hidup tertentu dari masyarakat , periode, atau kelompok tertentu. Sedangkan arti kata populer, Williams memberikan empat makna yakni: (1) banyak disukai orang; (2) jenis kerja rendahan; (3) karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang; (4) budaya yang memang dibuat oleh orang untuk dirinya sendiri (Williams, 1983). Budaya pop sebagai ”budaya massa”, maksudnya ialah bahwa budaya tersebut diproduksi massa untuk konsumsi massa. Audience nya adalah sosok-sosok konsumen yang tidak memilih. Budaya itu sendiri dianggap hanya sekedar rumusan, manipulatif (misalnya, politik kanan/kiri yang tergantung pada siapa yang menganalisisnya). Budaya ini dikonsumsi tanpa dipikirkan panjang.
Budaya populer yang dibawa film yakni berupa konsep-konsep cerita serta visualisasi yang mengadaptasi dari budaya populer yang dimiliki oleh negara-negara barat. Sineas film di Indonesia mengatakan tolak ukur keberhasilan sebagai sineas film apabila dapat menguasai teknik pembuatan film ala budaya populer buatan negara barat. Salah satu bentuk film yang berkembang dalam arus populer yakni film 3D. Film ini begitu diminati oleh semua kalangan oleh masyarakat di seluruh dunia. Kekuatan dari film ala populer ini tidak hanya menekankan pada konten/isi pesan yang ditonjolkan melainkan juga tampilan menarik audio dan video melalui animasi yang digarap sedemikian bagus dan canggih.
Awal abad 21 menjadi tranformasi film 3D, seperti kesuksesan yang dibawa oleh film Avatar, Harry Potter dan Relikui Kematian dapat membawa 3D meledak. Penyampaian pesan yang disuguhkan dalam film 3D ini semata-mata hiburan, dan tampilan yang menyenangkan. Pada kenyataannya, sekarang ini masyarakat umum dalam memilih media tidak serta merta mencari pesan moral yang dikandungnya melainkan mencari unsur hiburan semata. Hal inilah yang dibawa globalisasi ke Indonesia yakni budaya populer dengan segala kepragmatisannya termasuk dalam filososi sebuah film.

PENUTUP
Kesimpulan
Film merupakan salah satu saluran atau media dalam komunikasi massa. Sebagai salah satu media komunikasi, perkembangan film di Indonesia mengalami pasang surut yang berarti namun media film di Indonesia tercatat mampu memberikan efek yang signifikan dalam proses penyampaian pesan. Kedudukan media film juga dapat sebagai lembaga pendidikan nonformal dalam mempengaruhi dan membentuk budaya kehidupan masyarakat sehari-hari melalui kisah yang ditampilkan. Dalam hal ini berarti film dianggap sebagai medium sempurna untuk mengekspresikan realitas kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis serta berperan serta dalam pelestarian budaya bangsa.
Selain itu, di era globalisasi ini film turut menyeret masyarakat Indonesia ke arus budaya populer dimana konsumsi terhadap unsur budaya asing menyebar luas (seperti hedonisme dan konsumerisme), serta unsur kecanggihan teknologi dan audio visualisasi yang menyenangkan menarik atensi masyarakat lebih tinggi dibanding dengan bentuk konvensional film yang hanya sebagai penyampai pesan dalam bentuk riil. Penggambaran kreatif serta imajinatif yang dibawa media film pada budaya populer mengesampingkan unsur-unsur utama penting yang dahulunya menjadi faktor mayoritas dalam sebuah film. Sehingga, peranan dan fungsi film sebagai media penyampai pesan yang efektif perlahan bergesar kearah media hiburan yang mengutamakan kesenangan seutuhnya.
Saran
Dalam menghadapi berbagai macam perubahan yang dibawa oleh arus globalisasi sudah selayaknya kita bersikap kritis dan selektif dalam menentukan sikap serta langkah yang tepat. Kemajuan teknologi harus disertai dengan kearifan lokal sehingga nilai-nilai moral yang dimiliki bangsa dapat tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, dkk. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.  Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
 Sunendar, D. 2011. Budaya Populer, file.upi.edu/Direktori/...DADANG.../BUDAYA_POPULER.pdf Diakses pada tanggal 31 Maret 2012.
Depari, E. Dan MacAndrews C. 1995. Peranan Komunikasi Massa Dalam pembangunan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hendry, L. 2012. Film 3D Dari lahir Sampai Statusnya Dalam Budaya Populer, http://bukanpedia.web.id/?feed=rss2, diakses pada tanggal 3 April 2012.
McQuail, D. 1994. Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Mulyana, D. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Said, S. 1989. Profil Dunia Film Indonesia. Jakarta: PT Pustakarya Grafikatama.
Sastropoetro, S. 1983. Propaganda Salah Satu Bentuk Komunikasi Massa. Bandung: Percetakan Offset Alumni.
Sendjaja,SD. 2002. Teori Komunikasi. Jakarta: Pusat Penerbit Universitas Terbuka.
Seberin, WJ dan James WT. 2005. Teori Komunikasi, Sejarah, Metode, dan Terpaan Di Dalam Media Massa Edisi Kelima. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Winarsa, W. 2012. Sejarah Film Indonesia dan dunia, http://sheltrart.blogspot.com/feeds/posts/default, diakses pada tanggal 31 Maret 2012.